Halaman

Kamis, 04 Oktober 2012

Makalah Psikologi Umum Intelenjensi


INTELEGENSI
MAKALAH
diajukan sebagai syarat dikusi
pada mata kuliah Psikologi Umum

Dosen Pembimbing: Idi Warsa, M. Pd. I

DISUSUN OLEH:
1.      RIO MAHENDRA
2.      RIFDA ARAFAH
3.      RAHAYU DWI SARTIKA
4.      CANDRA GUNAWAN

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS (PBI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) CURUP
JALAN A.K. GANI NO. 01 CURUP
2011

A.    Pendahuluan
Intelegensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap insan. Intelegensi ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, keberhasilan, dan kesuksesan. Namun tingkat intelegensi yang dimiliki setiap orang pastilah berbeda. Ini dikarenakan bahwa intelegensi seseorang memang tergantung pada faktor-faktor yang membentuk intelegensi itu sendiri.Oleh karena itu kita perlu memahami tentang teori-teori intelegensi agar dapat meraih keberhasilan dan kesuksesan.
B.     Pengertian Intelegensi
1.      Pengertian Intelegensi secara Etimologi
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris  “Intelligence”  yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia” yang berarti kecerdasan, intelijen, atau keterangan-keterangan.[1] . Sedangkan dalam bahasa Indonesia sering diucapkan bahwa intélijen adalah orang yg bertugas mencari (meng-amat-amati) seseorang; dinas rahasia.
Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous” sedangkan penggunaan kekuatannya disebut  “Noeseis”.
2.      Pengertian Intelegensi secara Terminologi
Intelegensi menurut John W Santrock adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari.[2] Menurut  David Wechsler , intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Alferd Binet menyatakan intelegensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keturunan, kemampuan yang diwariskan dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan intelegensi. Kemudian menurut William Stern, intelegensi merupakan kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya. Menurut dia inteligensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan keturunan. Pendapat ini diperkuat oleh seorang ahli bernama Prof. Weterink (Mahaguru di Amsterdam) yang berpendapat, belum dapat dibuktikan bahwa intelegensi dapat diperbaiki atau dilatih. David Wechsler berpendapat, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Howard Gardner mendefinisikan Inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani yang melibatkan proses berpikir secara rasional untuk meyesuaikan diri kepada situasi yang baru.
C.    Tingkat-tingkat Intelegensi
1.      Kecerdasan Binatang
Pada mulanya banyak orang berkeberatan digunakan istilah inteligensi pada binatang, karena mereka hanya mau menggunakan istilah itu pada manusia saja. Menurut hasil penyelidikan para ahli, ternyata bahwa kecerdasan itu bertingkat-tingkat.[3]
2.      Kecerdasan Anak-anak
Yang dimaksudkan anak-anak di sini adalah anak-anak kecil lebih kurang umur 1 tahun dan belum dapat berbahasa. Kecerdasan anak-anak dipelajari terutama berdasarkan percobaan yang telah dipraktekkan dalam menyelidiki kecerdasan binatang.
Usaha-usaha memperbandingkan perbuatan kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam mengadakan penyelidikan terhadap kecerdasan anak.
3.      Kecerdasan Manusia
Sesudah anak dapat berbahasa tingkat kecerdasan anak lebih tinggi daripada kera. Tingkat kecerdasan mausia (bukan anak-anak) tidak sama dengan jera dan anak-anak. Beberapa hal yang merupakan ciri kecerdasan manusia antara lain:
a.       Penggunaan Bahasa
Kemampuan berbahasa mempunyai faedah yang besar terhadap  perkembangan pribadi.
                                                                    i.            Dengan bahasa, manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi, pendapat, perasaan dan sebagainya).
                                                                  ii.            Dengan bahasa, manusia dapat berhubungan dengan sesama, tingkat hubungannya selalu maju dan masalahnya selalu meningkat
                                                                iii.            Dengan bahasa, manusia dapat membeberkan segala sesuatu, baik yang lalu, yang sedang dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai barang-barang yang konkret maupun hal-hal yang abstrak
                                                                iv.            Dengan bahasa, manusia dapat membangun kebudayaan.
b.      Penggunaan Perkakas
Kata Bergson, perkakas adalah merupakan sifat terpenting daripada kecerdasan manusia, dengan kata lain: perkataan, perbuatan cerdas manusia dicirikan dengan bagaimana mendapatkan, bagaimana membuat dan bagaimana mempergunakan perkakas.
Perkakas adalah sifat, tetapi semua alat merupakan perkakas. Alat merupakan perantara antara makhluk yang berbuat atau objek yang diperbuat. Perkakas mempunyai fungsi yang sama, tetapi mempunyai pengertian yang lebih luas. Perkakas adalah objek yang telah dibuat/dibulatkan dan diubah sedemikian rupa sehingga dengan mudah dan dengan cara yang tepat dapat dipakai untuk mengatasi kesulitan atau mencapai suatu maksud.[4]
D.    Macam-macam Intelegensi
1.      Intelegensi Terikat dan Bebas.
Intelegensi terikat adalah intelegensi suatu makhluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital yang harus segera dipuaskan. Misalnya intelegensi binatang dan anak-anak yang belum berbahasa.
Intelegensi bebas terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan intelegensinya orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau tujuan sudah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lebih tinggi dan lebih maju.
2.      Intelegensi Menciptakan (Kreatif) dan Meniru (Eksekutif).
Intelegensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu. Intelegensi keatif menghasilkan pendapat-pendapat baru seperti : kereta api, radio, listrik dan kapal terbang.
Intelegensi meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain, baik yang dibuat, diucapkan maupun yang di tulis.[5]
E.     Faktor-faktor yang Menentukan Intelegensi Manusia
Para ahli belum sepenuhnya sependapat mengenai faktor-faktor apa saja yang terdapat dalam inteligensi itu sendiri. Sebuah pendapat mengatakan bahwa faktor yang menentukan intelegensi seseorang antara lain :
1.      Pembawaan, yang ditentukan oleh sifat-sifat yang dibawa sejak lahir.
2.      Hereditas, yang diperoleh seorang anak melalui keturunan atau nasab.
3.      Kematangan, yang terutama ditentukan oleh umur.
4.      Pembentukan, yaitu perkembangan yang diperoleh anak karena pengaruh milieu (lingkungan).[6]
Selain itu, gejala-gejala jiwa dan fungsi-fungsi jiwa sangatlah mempengaruhi tindakan intelegen seseorang. Misalnya :
a.       Pengamatan, yakni kalau seseorang berada dalam satu situasi yang harus mengambil tindakan yang intelegen maka dia harus memiliki fungsi pengamatan yang baik.
b.      Tanggapan dan Daya Ingatan, yakni bahwa seseorang yang memiliki tanggapan daya ingatan yang baik akan lebih mudah untuk memecahkan persoalan.
c.       Fantasi, yakni seseorang yang kaya fantasi akan dapat melihat lebih banyak kemungkinan pemecahan masalah yang tidak terlihat oleh orang lain.
1)      Berfikir
2)      Kehendak dan Perasaan
3)      Perhatian, dan
4)      Sugesti, yakni bahwa seseorang yang berbuat intelegen haruslah membebaskan diri dari pengaruh ataupun sugesti orang lain.[7]
F.     Pengukuran Intelegensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Seri tes dari Binet-Simon ini, pertamakali diberi nama : “Chelle Matrique de l’inteligence” atau skala pengukur kecerdasan. Tes binet-simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan menurut umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun). Pertanyaan-pertanyaaan itu sengaja dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah. Seperti mengulang kalimat-kalimat yang pendek atau panjang, mengulang eretan angka-angka, memperbandingkan berat timbangan, menceriterakan isi gambar-gambar, menyebutkan nama bermacam macam warna, menyebut harga mata uang, dan sebagainya.
Dengan tes semacam inilah usia seseorang diukur atau ditentukan. Dari hasil tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya (usia kalender). Sehingga dengan demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan IQ (Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap orang/anak. Test ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS ( Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC ( Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
G.     Simpulan
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan intelegensi adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani yang melibatkan proses berpikir secara rasional untuk meyesuaikan diri kepada situasi yang baru. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional.
Intelegensi sebagai sebuah kemampuan yang tertanam dalam diri masing-masing individu dapat ditumbuh kembangkan dengan berbagai cara agar dapat membantu sebagai daya berpikir yang ada dalam diri setiap individu manusia. Karena tanpa adanya intelegensi maka pendidikan hampir mustahil untuk dilaksanakan.










DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1983. Psikologi Umum. Surabaya: Bina Ilmu.
Jayadi, Loekman. 1985. Kamus Lengkap 950 Juta. Surakarta: Nusantara.
http://id.wikipedia.org/wiki/Intelegensi diakses pada 12 Oktober 2011.



[1] Loekman Jayadi, Kamus Lengkap 950 Juta, Surakarta:Nusantara,1985. Hal. 159
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Intelegensi diakses pada 12 Oktober 2011
[3] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Penerbit PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1983.Hal. 177
[4] Ibid,. Hal. 179
[5] Ibid,. Hal. 181

Tidak ada komentar:

Posting Komentar