Halaman

Kamis, 04 Oktober 2012

Resume Buku Psikologi Umum

-->
RESUME BUKU PSIKOLOGI

Judul                      : Menangani Anak Hiperaktif
              Panduan Orang Tua Dan Guru Dalam Membimbing Anak Yang   
              Mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian (GPPH) Dan Hiperaktif
Pengarang                  : Rachmad Mulyono
Penerbit                      : Studi Press
Tempat Terbit           : Yogyakarta
Tahun Terbit             : 2003
Disusun oleh              : Rio Mahendra (NIM. 0955165)
 

Bagian I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Membesarkan anak-anak yang penuh vitalitas dan sarat energi, bagi kebanyakan orang tua sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Bagi orang tua yang anaknya mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Defict Hyperactivity Disorder (ADHD), tugas tersebut bisa sangat melelahkan, menjengkelkan, bahkan sering kali menyebabkan keluarga yang bersangkutan terkucil dari pergaulan.
Anak yang mengalami GPPH/ADHD seringkali diberi label sebagai anak yang menyusahkan, malas, nakal, bodoh, biang rebut, emosional, sulit diatur dan sebagainya, baik di sekolah maupun di rumah. Labelitas ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak dan membuat anak merasa tidak dihargai, minder, frustasi, depresi, dan sampai kepada menampilkan reaksi penolakan terhadap lingkungan dengan perilaku-perilaku yang semakin tidak diharapkan, seperti: bandel, melawan, membangkang, agresif, dan pemarah.
Menurut Parker (1992), anak-anak dengan GPPH/ADHD yang tidak ditangani dengan baik akan mengalami problem-problem perilaku, keterbatasan dalam penyesuaian sosial, kegagalan sekolah dan putus sekolah, serta penyalahgunaan obat-obatan dan melakukan tindakan kriminal.
B.     Pemahaman ADHD/GPPH
Menurut Taylor (1998) yang dimaksud dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Defict Hyperactivity Disorder (ADHD), yang sering disebut hanya dengan hiperaktivitas (Hyperactivity), digunakan untuk menyatakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif (semaunya sendiri). Anak-anak yang hiperaktif selalu bergerak. Mereka tidak mau diam bahkan dalam berbagai situasi, misalnya ketika sedang mengikuti pelajaran di kelas yang menuntut agar mereka bersikap tenang. Mereka tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang umumnya disukai anak-anak seusia mereka, sebentar-sebentar mereka tergerak untuk beralih dari permainan atau mainan yang satu ke yang lain.
Hiperkatif juga mengacu pada tidak adanya pengendalian diri, seperti mengambil keputusan atau kesimpulan tanpa memikirkan akibat-akibat yang mungkin timbul, dan sering menyebabkan pelakunya terkena hukuman atau mengalami kecelakaan (Taylor, 1998).
Tim Ahli Puspa swara (2001), mengatakan bahwa hiperaktif (GPPH/ADHD) merupakan kelainan perilaku yang tidak jelas asal-usulnya. Beberapa ahli berpendapat bahawa kondisi gangguan perilaku tersebut berkombinasi dengan sifat tertentu, seperti gelisah, tidak mampu berkonsentrasi, serta terus-menerus berbicara.
Menurut Asosiasi Psikiater Amerika (American Psychiatric Association), mempunyai tiga jenis yang berbeda dan kategori tersebut digunakan secara meluas di negara-negara lain:
1.      GPPH/ADHD Tipe Kombinasi
Tipe pertama ini mudah dilihat sehubungan mereka kurang mampu memperhatikan aktifitas permainan atau tugas, perhatian mereka mudah pecah, dan cenderung kehilangan, bukan hanya miliknya yang sangat disukainya, melainkan juga buku atau pekerjaan rumahnya yang penting.
2.      GPPH/ADHD Tipe Predominan Kurang Mampu Memperhatikan
Tipe kedua ini dianggap sebagai ”kadet luar angkasa” di kelas dan di lapangan bola. Mereka tidak diperhatikan oleh para guru karena pendiam dan “kecil hati”, tetapi bukan berarti mereka “tidak ada”. Dikelas, mereka tidak memperhatikan guru, melainkan melihat langit-langit kelas atau di lapangan bola, mereka mengamati kupu-kupu, bukan bolanya, dan sering tampak melamun. Mereka tidak mendengarkan kalau diajak bicara, dan kelihatannya tidak bisa mengikuti instruksi yang ada.
3.      GPPH/ADHD Tipe Predominan Hiperaktif-impulsif
Tipe ketiga ini cenderung terlalu energik, lari kesana-sini/tidak bisa “diam”, dan “melompat seenaknya”. Hal demikian membuat heran setiap orang, mereka sering bisa menaruh perhatian di kelas dan kelihatan memang belajar, bahkan ketika seakan sedanmg tidak mendengarkan.
Banyak faktor yang dicurigai sebagai faktor resiko timbulnya gangguan tingkah laku pada anak-anak pada anak-anak penderita GPPH. Faktor-faktor resiko tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a)      Resiko biologis, yang terdiri dari afanya kehamilan yang terganggu, prematuritas, berat badan lahir rendah, trauma persalinan, asfiksia, serta pola penyakit keluarga.
b)      Faktor resiko psikososial, mencakup antara lain: keintimam keluarga-termasuk ekspresi emosi, status anak dalam keluarga, serta kepadatan hunian atau banyaknya jumlah anggota keluarga.
C.    Masalah-masalah Psikologis Anak-anak ADHD/GPPH
Masalah-masalah psikologis yang dialami anak-anak yang menderita Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu yang bersifat primer dan sekunder.
1.      Masalah yang bersifat primer.
Yaitu masalah yang berhubungan dengan fungsi kognisi, seperti perceptual kognitif yang mencakup persepsi penglihatan, pendengaran, visual motorik, daya ingat, dan kemampuan berpikir, seperti susunan berpikir sehingga sulit merencanakan, mengorganisasikan sesuatu, memanipulasi atau ,enggunakan konsep-konsep dan symbol.
2.      Masalah yang bersifat Sekunder
Masalah-masalah yang merupakan kelanjutan dari masalah primer, yang seringkali menyebabkan seorang anak didiagnosa ADHD/GPPH karena mengalami:
a)      Kesulitan dalam pendidikan (skolastik) seperti kesulitan membaca, berhitung/matematika, menulis atau mengingat.
b)      Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
c)      Perkembangan dalam bicara dan bahasa; seperti sulit memecahkan persoalan-persoalan secara verbal.
d)     Kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan.
e)      Permasalahan dalam motorik.
f)       Masalah dalam meregulasi emosi.
g)      Toleransi terhadap frustasi rendah.
h)      Kesulitan dalam motivasi.
D.    Angka Kejadian Penderita ADHD/GPPH
Angka kejadian ADHD/GPPH sangat bervariasi, yakni berkisar antara 1-29,2% dimana perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan definisi tentang ADHD/GPPH, metodologi, lokasi penelitian, persepsi peneliti, seta pemahaman tentang gejala-gejala yang dipengaruhi oleh budaya setempat (Schachar, 1995).
Lapran dari berbagai penelitian menyebutkan, di Amerika Serikat insidensi ADHD/GPPH terletak di atara 2-20% pada berbagai tingkatan anak sekolah, lebih rinci lagi disebutkan antara 3-5% pada anak sekolah dasar (SD) sebelum pubertas. Di Ingris, insidensi lebih rendah, yakni kurang dari 1 %.  Di Indonesia, persentase ADHD/GPPH pada anak-anak usia sekolah secara pasti masih belum diketahui.
Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa anak-anak yang menderita ADHD/GPPH cukup banyak dan dikhawatirkan akan menaik tahun demi tahun, bila tidak diupayakan penanganan yang lebih baik.



Bagian II
Mendiagnosa ADHD/GPPH
A.    Kriteria Anak ADHD/GPPH
Kriteria diagnostic untuk kelainan hiperaktif, dianggap sebagai kelaianan system saraf pusat, ditandai dengan masalah sekitar perhatian, impulsivitas (semau gue), dan terkadang hiperaktivitas. Untuk mendiagnosa apakah seorang anak atau orang dewasa menderita ADHD/GPPH atau tidak, haruslah memenuhi criteria yang terdaftar dalam Diagnostic and Statistical Manual od Mental Disorders (Manual Diagnostik dan Statistik Kelainan Mental), edisi IV (DSM-IV), yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association, Washingston D.C., tahun 1994. Manual ini berisi kode-kode diagnostic yang sekarang dipakai diseluruh Amerika Serikat. Klasifikasi dan gejala dari tiga tipe ADHD/GPPH berikut ini disusun berdasarkan manual tersebut.
1.      Kalau tidak (1) atau (2), atau kedua-duanya.
1.1  Enam atau lebih gejala kurang mampu tetap memperhatikan berikut ini terus kelihatan  selama paling sedikit enam bulan sampai satu derajat yang tidak bisa diterima atau tidak konsisten dengan tingkat pertumbuhan.
Kurang Mampu Memperhatikan
a)      Sering mendapatkan kesulitan untuk tetap memperhatikan dalam kegiatan tugas atau permainan.
b)      Sering seakan tidak mendengarkan kalau diajak bicara langsung.
c)      Sering tidak memahami semua instruksi dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas kantor (bukan disebabkan perilaku menentang atau gagal memahami instruksi).
d)     Sering mendapatkan kesulitan mengatur tugas atau kegiatan.
e)      Sering menghindar, tidak suka atau enggan terlalu tekun dalam tugas yang menuntut upaya mental terus-menerus (misalnya pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah)
f)       Sering kehilangan benda-benda yang perlu untuk tugas atau kegiatan (misalnya mainan, karangan, pensil, buku, atau perbuatan)
g)      Sering mudah terganggu oleh rangsangan berlebihan.
h)      Sering lupa (alpha) dalam kegiatan sehari-hari.

1.2  Enam atau lebi9h gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut ini terus kelihatan selama paling sedikit enam bulan sampai satu tingkat nyang tidak diterima atau tidak konsisten dengan tingkat pertumbuhan.
Hiperaktivitas
a)      Tangan dan kaki sering tidak bisa diam atau duduk dengan resah.
b)      Sering meninggalkan kursi di kelas atau dalam situasi lainnya ketika diharapkan tetap duduk manis.
c)      Sering lari ke sana-sini atau banyak memanjat-manjat dalam situasi ketika diharapkan tetap duduk manis.
d)     Sering tidak bisa diam ketika bermain-main atau melakukan kegiatan waktu luang.
e)      Sering bergerak atau sering bertindak seakan “didorong sebuah motor”.
f)       Sering berbicara terus-menerus (cerewet).
Impulsivitas
a)      Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai.
b)      Sering tidak sabar menunggu giliran.
c)      Sering menyela orang lain.
2.      Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau kurang mampu memperhatikan yang menyebabkann kelemahan itu sudah muncul sebelum usia tujuh tahun.
3.      Beberapa kelemahan dari gejala-gejala tersebut muncul dalam dua latar atau lebih (misalnya di sekolah [atau di kantor] dan di rumah).
4.      Harus ada bukti yang jelas tentang kelemahan mencolok secara klinis dalam fubngsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
5.      Gejala-gejala itu tidak terjadi terus-menerus selama terjadi sesuatu kelainan perkembangan menahun, skizofrenia, atau kelainan psikotik lainnya dan lebih disebabkan oleh kelainan mental lainnya.
B.     Penyebab Anak ADHD/GPPH
Ada beberapa faktor yang dicurigai ikut berperan terhadap terjadinya ADHD/GPPH, antara lain:
1.      Genetik
2.      Faktor perkembangan janin
3.      Penggunaan alcohol oleh ibu selama masa kehamilan.
4.      Struktur otak tidak normal
5.      Pengaruh kuat keracunan dan kontaminasi lingkungan
6.      Alergi makanan.
7.      Kondisi-kondisi kesehatan yang lain.
8.      Efek samping dari pengobatan.
9.      Keluarga tidak harmonis.
10.  Faktor psikososial.
11.  Ada kemungkinan beberapa faktor di atas saling berinteraksi.
C.    Cara Membuat Diagnosa Terhadap ADHD/GPPH
Menurut Feldman (2003), proses diagnostik untuk ADHD/GPPH yang direkomendasikan oleh DSM-IV, sedikitnya ada lima tahapan. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
Langkah Pertama: Mengenali gejala-gejalanya
Gejala-gejala dari kurang perhatian adalah:
a)      Tidak dapat memusatkan perhatian pada detail-detail atau melakukan kesalahan yang ceroboh dalam pekerjaan sekolah atau dalam aktibitas-aktivitas lainnya.
b)      Mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian pada tugas-tugas atau kegiatan bermain.
c)      Tampak tidak mendengarkan ketika diajak berbicara secara langsung.
d)     Tidak mengikuti instruksi dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sekolah atau tugas-tugas, tetapi bukan karena tidak mampu memahami instruksi atau karena kenakalan yang disengaja.
e)      Mengalami kesulitan mengorganisir tugas dan kegiatan.
f)       Menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk terlibat dalam, tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang tersu-menerus seperti pekerjaan rumah.
g)      Kehilangan barang-barang seperti mainan, tugas sekolah, pensil, buku, peralatan, dan pakaian.
h)      Mudah terganggu oleh kebisingan, gerakan-gerakan atau rangsangan lain.
i)        Mudah lupa.
Gejala-gejala dari hiperaktivitas dan sikap kurang memperhatikan (impulsiveness) adalah:
a)      Suka memainkan tangan atau kaki atau mengeliat-geliat di tempat duduk.
b)      Meninggalkan tempat mduduk di kelas atau meninggalkan meja makan atau kapan pun saat ia haruskan dsuduk tenang.
c)      Suka berjalan-jalan atau naik-naik dalam situasi di mana perilaku ini tidak tepat.
d)     Terus-menerus ‘sibuk” atau berperilaku seakan-akan ‘digerakkan oleh tenaga motor”.
e)      Bicara tanpa henti.
f)       Menjawab pertanyaan tanpa berpikir sebelum pertanyaannya tersebut selesai.
g)      Mengalami kesulitan untuk menunggu giliran dalam permainan atau dalam kegiatan terstruktur lainnya.
h)      Mengganggu orang lain (mengganggu pembicaraan atau permainan)
Langkah Kedua: Menentukan kapan gejala-gejala tersebut pertama muncul.
Bila gejala-gejala tersebut muncul sebelum anak berusia 7 tahun, maka ADHD/GPPH mungkin terjadi.
Langkah Ketiga: Menentukan di mana gejala-gejala tersebut terjadi
Apakah perilaku anak menjadi masalah ketika ia berada di sekolah atau apakah juga menjadi masalah saat Nerada di rumah? Bila anak mempeunyai problem perilaku dalam dua tempat atau lebih, maka ADHD/GPPH mungkin terjadi.
Langkah Keempat: Menilai Tingkat Keparahan gejala-gejala tersebut
Apakah perilaku anak semata-mata hanya mengganggu, ataukah menybabkan problem yang nyata nagi anak ketika di sekolah atau dalam situasi sosial? Sebelum membuat diagnose atas ADHD/GPPH, membutuhkan bukti yang jelas bahwa ADHD?GPPH benar-benar menghalangi kemampuan anak untuk melakukan funsinya di sekolah atau di rumah.
Langkah Kelima: Kesampingkan diagnose yang mungkin lainnya.
Hal yang penting adalah memastikan bahwa problem perilaku tersebut bukan problem atau kelainan lain, seperti keterlambatan perkembangan global atau problem-problem psikiatrik.
















Bagian III
Menangani Anak ADHD/GPPH
Faktor-faktor Keberhasilan Penanganan ADHD/GPPH
Sebelum melakukan penanganan (terapi) anak yang mengalami ADHD/GPPH, perlu mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor yang memeperngaruhi keberhasilan penanganan. Yuniar (2002), mengatakan bahawa secara garis besar ada 4 faktor yang mempengaruhi keberhasilan penanganan GPPH, yaitu:
1.      Faktor-faktor biologis-fisiologis
Faktor ini seringkali berkaitan dengan system kerja syaraf pusat yaitu otak. Bila gangguan apad system kerja saraf pusat tidak berat, maka bantuan penanganan yang diberikan pada anak GPPH akan dapat memberikan hasil yang berarti.
2.      Faktor Psikoedukatif
Pola asuh orang tua yang mendukung penanaman ke4disiplinan, kemandirian, tanggung jawab anak, dan merangsang kematangan anak akan dapat memberikan bantuan penanganan yang lebih baik terhadap anak GPPH.
3.      Faktor Psikososial lingkungan anak
Keberhasilan anak GPPH tidak mudah tercapai apabila faktor psikososial lingkungan anak tidak mendukung. Antara lain
a)      Anak dibesarkan di lingkungan keluarga yang diwarnai masalah pertengkaran orang tua, status ekonomi sosial buruk, kerjasama, tanggung jawab, dan peran orang tua buruk dalam kehidupan anak.
b)      Lingkungan tempat tinggal memberikan pengaruh yang buruk terhadap anak, seperti tindakan kriminalitas, pengangguran dan kebiasaan hidup buruk.
c)      Lingkungan tempat tinggal yang sempit, padat adan tidak teratur.
4.      Faktor kematangan anak.
Problem-problem GPPH pada anak, terutama yang berkaiatan dengan perilaku hiperaktivitas sebagian, akan semakin nerkurang seiring dengan bertambahnya usia atau kematangan

Terapi Anak ADHD/GPPH
Menurut beberapa ahli (taylor, 1998; Osman, 1997; Nanik, 2002; Feldman, 2003) tindakan penanganan (terapi) yang efektif yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi problem-problem ADHD/GPPH ialah: Terapi Modifikasi Perilaku, Terapi Diet Makanan, dan Terapi Obat-obatan (farmasi).
Terapi modofikasi perilkau dalm prakteknya akan efektif, bila di bawah bimbingan seorang psikolog. Sedangkan terapi diet makanan akan berhasil dengan baik bila dibimbing pula oleh ahli gizi dan terapi obat-obatan harus sepengetahuan dan pengawasan dan petunjuk Dokter (psikiater).
1.      Terapi Modifikasi Perilaku.
Menurut Mikarsa, 2000; Lumbantobing, 2011; dan Nanik, 2002, terapi modifikasi perilaku terdiri dari pencegahan (preventif) dan penanganan (kuratif). Adapun rinciannya sebagai berikut:
a.       Pencegahan (preventif)
1)      Sediakan lingkungan yang sehat
2)      Memilih metode kelahiran yang alami
3)      Selaraskan stimulasi
4)      Ajarkan kegiatan yang bertujuan
5)      Mengamati model dan menjadi model
6)      Menfaatkan kata-kata.
b.      Penanganan (kuratif)
1)      Beri dorongan verbal
2)      Terapkan sistem kontrak atau koin
3)      Jelaskan harapan orang tua kepada anak
4)      Lakukan persiapan
5)      Sediakan lingkungan yang teratur
6)      Belajar mengamati
7)      Terapi fisik
8)      Metode self talk
9)      Mencatat prestasi
10)  Dukungan keluarga
11)  Metode professional

2.      Terapi Diet Makanan
Terapi diet makanan adalah suatu terapi yang mengatur makanan yang dimakan. Pengaturan makanan dilakukan dengan memberikan perhatian dari segi jenis, jumlah, dan frekuensi pemberian makanan.
Popularitas terapi diet makanan sebagai salah satu terapi penanganan perilaku hiperaktivitas dimulai dari penelitian dr. Feingold pada tahun 1970-an. Feingold menyatakan bahawa ada beberapa jenis makanan yang dapat mempengaruhi terjadinya atau meningkatkan perilaku hiperaktivitas pada anak GPPH. Beberapa jenis makanan tersebut ialah jenis makanan yang mengandung zat adiktif makanan (pengawet, pewarna, aroma/perasa buatan, dan lain-lain), dan silisilat. Feingold berhasil membuktikan bahwa anak-anak hiperaktif sebagai subyek makanan di atas, menunjukkan adanya penurunan perilaku hiperaktivitas (Nanik, 2002)
Selain makan yang mengandung zat adiktif dan salisilat, ternyata makanan yang mengandung banyak gula juga mempengaruhi terjadinya atau meningkatkan perilaku hiperaktivitas pada anak GPPH. Printz menemukan bahwa gula dapat mempengaruhi timbulnya perilaku kasar merusek pada anak hiperaktif.
3.      Terapi Obat-obatan (Farmasi)
Terapi obat adalah suatu teknik terapi medis dengan pemberian obat dengan dosis tertentu yang diminum teratur untuk penanganan anak ADHD/GPPH pada anak.
Terapi obat bila cocok, cenderung memberikan hasil lebih dramatis dibandingkan dengan terapi model modifikasi perilaku. Obat stimulans yang banyak digunakan ialah metilfenidat dan amfetamin. Bila efektif, obat stimulans bukan saja memperbaiki hiperaktivitas klinis, tetapi juga performans dalam banyak hal. Pada dosis yang efektif pikiran anak menjadi lebih terorganisir dan kesiagaannya tidak berkurang. Stimulans juga dapat meningkatkan performans pada individu yang normal yang mengalami rasa jemu dan capai. Terapi stimulans biasanya tetap berkhasiat selama bertahun-tahun. Walaupun telah lama digunakan, penghentian obat dapat menyebabkan kambuhnya gejala dalam waktu singkat.walaupun telah lama digunakan, penghentian obat dapat menyebabkan kambuhnya gejala dalam waktu singkat. Sekitar 50-80% anak GPPH responsive terhadap terapi dengan obat stimulans, sedangkan sekiat 25% anak GPPH gagal berespon terhadap obat stimulans atau tidak mendapatkan manfaat dari pengobatan stimulans.
Dekstroamfetamin tidak diperbolehkan digunakan pada penderita hipertensi sedang dan berat, dan metilfenidat harus diberikan dengan hati-hati kepada penderita hipertensi. Pemolin tidak boleh digunakan pada pe4nderita gangguan hati. Oleh karena itu, terapi dengan menggunakan obat-onatan (farmasi) harus dengan menggunakan obat-obatan (farmasi) harus sepengetahuan dokter (psikiater) agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang akan membahayakan anak.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar