RESUME BUKU PSIKOLOGI
Judul :
Menangani Anak Hiperaktif
Panduan
Orang Tua Dan Guru Dalam Membimbing Anak Yang
Mengalami
Gangguan Pemusatan Perhatian (GPPH) Dan Hiperaktif
Pengarang :
Rachmad Mulyono
Penerbit :
Studi Press
Tempat
Terbit : Yogyakarta
Tahun
Terbit :
2003
Disusun
oleh :
Rio Mahendra (NIM. 0955165)
Bagian
I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Membesarkan anak-anak yang penuh
vitalitas dan sarat energi, bagi kebanyakan orang tua sungguh bukan pekerjaan
yang mudah. Bagi orang tua yang anaknya mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention
Defict Hyperactivity Disorder (ADHD), tugas tersebut bisa sangat
melelahkan, menjengkelkan, bahkan sering kali menyebabkan keluarga yang
bersangkutan terkucil dari pergaulan.
Anak yang mengalami GPPH/ADHD seringkali
diberi label sebagai anak yang menyusahkan, malas, nakal, bodoh, biang rebut,
emosional, sulit diatur dan sebagainya, baik di sekolah maupun di rumah.
Labelitas ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak dan
membuat anak merasa tidak dihargai, minder, frustasi, depresi, dan sampai
kepada menampilkan reaksi penolakan terhadap lingkungan dengan
perilaku-perilaku yang semakin tidak diharapkan, seperti: bandel, melawan,
membangkang, agresif, dan pemarah.
Menurut Parker (1992), anak-anak dengan
GPPH/ADHD yang tidak ditangani dengan baik akan mengalami problem-problem
perilaku, keterbatasan dalam penyesuaian sosial, kegagalan sekolah dan putus
sekolah, serta penyalahgunaan obat-obatan dan melakukan tindakan kriminal.
B.
Pemahaman
ADHD/GPPH
Menurut
Taylor (1998) yang dimaksud dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention
Defict Hyperactivity Disorder (ADHD), yang sering disebut hanya dengan
hiperaktivitas (Hyperactivity),
digunakan untuk menyatakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan
sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif (semaunya sendiri).
Anak-anak yang hiperaktif selalu bergerak. Mereka tidak mau diam bahkan dalam
berbagai situasi, misalnya ketika sedang mengikuti pelajaran di kelas yang
menuntut agar mereka bersikap tenang. Mereka tidak pernah merasakan asyiknya
permainan atau mainan yang umumnya disukai anak-anak seusia mereka,
sebentar-sebentar mereka tergerak untuk beralih dari permainan atau mainan yang
satu ke yang lain.
Hiperkatif
juga mengacu pada tidak adanya pengendalian diri, seperti mengambil keputusan
atau kesimpulan tanpa memikirkan akibat-akibat yang mungkin timbul, dan sering
menyebabkan pelakunya terkena hukuman atau mengalami kecelakaan (Taylor, 1998).
Tim Ahli Puspa
swara (2001), mengatakan bahwa hiperaktif (GPPH/ADHD) merupakan kelainan
perilaku yang tidak jelas asal-usulnya. Beberapa ahli berpendapat bahawa
kondisi gangguan perilaku tersebut berkombinasi dengan sifat tertentu, seperti
gelisah, tidak mampu berkonsentrasi, serta terus-menerus berbicara.
Menurut Asosiasi Psikiater Amerika (American Psychiatric Association),
mempunyai tiga jenis yang berbeda dan kategori tersebut digunakan secara meluas
di negara-negara lain:
1. GPPH/ADHD
Tipe Kombinasi
Tipe pertama ini mudah dilihat sehubungan mereka
kurang mampu memperhatikan aktifitas permainan atau tugas, perhatian mereka
mudah pecah, dan cenderung kehilangan, bukan hanya miliknya yang sangat
disukainya, melainkan juga buku atau pekerjaan rumahnya yang penting.
2. GPPH/ADHD
Tipe Predominan Kurang Mampu Memperhatikan
Tipe kedua ini dianggap sebagai ”kadet luar angkasa”
di kelas dan di lapangan bola. Mereka tidak diperhatikan oleh para guru karena
pendiam dan “kecil hati”, tetapi bukan berarti mereka “tidak ada”. Dikelas,
mereka tidak memperhatikan guru, melainkan melihat langit-langit kelas atau di
lapangan bola, mereka mengamati kupu-kupu, bukan bolanya, dan sering tampak
melamun. Mereka tidak mendengarkan kalau diajak bicara, dan kelihatannya tidak
bisa mengikuti instruksi yang ada.
3. GPPH/ADHD
Tipe Predominan Hiperaktif-impulsif
Tipe ketiga ini cenderung terlalu energik, lari
kesana-sini/tidak bisa “diam”, dan “melompat seenaknya”. Hal demikian membuat
heran setiap orang, mereka sering bisa menaruh perhatian di kelas dan kelihatan
memang belajar, bahkan ketika seakan sedanmg tidak mendengarkan.
Banyak faktor yang dicurigai sebagai faktor resiko
timbulnya gangguan tingkah laku pada anak-anak pada anak-anak penderita GPPH.
Faktor-faktor resiko tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Resiko
biologis, yang terdiri dari afanya kehamilan yang terganggu, prematuritas,
berat badan lahir rendah, trauma persalinan, asfiksia, serta pola penyakit
keluarga.
b) Faktor
resiko psikososial, mencakup antara lain: keintimam keluarga-termasuk ekspresi
emosi, status anak dalam keluarga, serta kepadatan hunian atau banyaknya jumlah
anggota keluarga.
C.
Masalah-masalah
Psikologis Anak-anak ADHD/GPPH
Masalah-masalah
psikologis yang dialami anak-anak yang menderita Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas (GPPH) dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu yang bersifat
primer dan sekunder.
1. Masalah
yang bersifat primer.
Yaitu
masalah yang berhubungan dengan fungsi kognisi, seperti perceptual kognitif
yang mencakup persepsi penglihatan, pendengaran, visual motorik, daya ingat,
dan kemampuan berpikir, seperti susunan berpikir sehingga sulit merencanakan,
mengorganisasikan sesuatu, memanipulasi atau ,enggunakan konsep-konsep dan symbol.
2. Masalah
yang bersifat Sekunder
Masalah-masalah
yang merupakan kelanjutan dari masalah primer, yang seringkali menyebabkan
seorang anak didiagnosa ADHD/GPPH karena mengalami:
a) Kesulitan
dalam pendidikan (skolastik) seperti kesulitan membaca, berhitung/matematika,
menulis atau mengingat.
b) Kesulitan
dalam berhubungan dengan orang lain.
c) Perkembangan
dalam bicara dan bahasa; seperti sulit memecahkan persoalan-persoalan secara
verbal.
d) Kesulitan
dalam penyesuaian diri dengan lingkungan.
e) Permasalahan
dalam motorik.
f) Masalah
dalam meregulasi emosi.
g) Toleransi
terhadap frustasi rendah.
h) Kesulitan
dalam motivasi.
D.
Angka
Kejadian Penderita ADHD/GPPH
Angka kejadian ADHD/GPPH sangat
bervariasi, yakni berkisar antara 1-29,2% dimana perbedaan ini disebabkan oleh
perbedaan definisi tentang ADHD/GPPH, metodologi, lokasi penelitian, persepsi
peneliti, seta pemahaman tentang gejala-gejala yang dipengaruhi oleh budaya
setempat (Schachar, 1995).
Lapran dari berbagai penelitian
menyebutkan, di Amerika Serikat insidensi ADHD/GPPH terletak di atara 2-20%
pada berbagai tingkatan anak sekolah, lebih rinci lagi disebutkan antara 3-5%
pada anak sekolah dasar (SD) sebelum pubertas. Di Ingris, insidensi lebih
rendah, yakni kurang dari 1 %. Di Indonesia,
persentase ADHD/GPPH pada anak-anak usia sekolah secara pasti masih belum
diketahui.
Berdasarkan data tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa anak-anak yang menderita ADHD/GPPH cukup banyak dan
dikhawatirkan akan menaik tahun demi tahun, bila tidak diupayakan penanganan
yang lebih baik.
Bagian
II
Mendiagnosa
ADHD/GPPH
A.
Kriteria
Anak ADHD/GPPH
Kriteria diagnostic untuk kelainan
hiperaktif, dianggap sebagai kelaianan system saraf pusat, ditandai dengan
masalah sekitar perhatian, impulsivitas (semau gue), dan terkadang
hiperaktivitas. Untuk mendiagnosa apakah seorang anak atau orang dewasa
menderita ADHD/GPPH atau tidak, haruslah memenuhi criteria yang terdaftar dalam
Diagnostic and Statistical Manual od Mental Disorders (Manual Diagnostik dan
Statistik Kelainan Mental), edisi IV (DSM-IV), yang diterbitkan oleh American
Psychiatric Association, Washingston D.C., tahun 1994. Manual ini berisi
kode-kode diagnostic yang sekarang dipakai diseluruh Amerika Serikat.
Klasifikasi dan gejala dari tiga tipe ADHD/GPPH berikut ini disusun berdasarkan
manual tersebut.
1. Kalau
tidak (1) atau (2), atau kedua-duanya.
1.1 Enam
atau lebih gejala kurang mampu tetap memperhatikan berikut ini terus
kelihatan selama paling sedikit enam
bulan sampai satu derajat yang tidak bisa diterima atau tidak konsisten dengan
tingkat pertumbuhan.
Kurang
Mampu Memperhatikan
a) Sering
mendapatkan kesulitan untuk tetap memperhatikan dalam kegiatan tugas atau
permainan.
b) Sering
seakan tidak mendengarkan kalau diajak bicara langsung.
c) Sering
tidak memahami semua instruksi dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah,
pekerjaan sehari-hari, atau tugas kantor (bukan disebabkan perilaku menentang
atau gagal memahami instruksi).
d) Sering
mendapatkan kesulitan mengatur tugas atau kegiatan.
e) Sering
menghindar, tidak suka atau enggan terlalu tekun dalam tugas yang menuntut
upaya mental terus-menerus (misalnya pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah)
f) Sering
kehilangan benda-benda yang perlu untuk tugas atau kegiatan (misalnya mainan,
karangan, pensil, buku, atau perbuatan)
g) Sering
mudah terganggu oleh rangsangan berlebihan.
h) Sering
lupa (alpha) dalam kegiatan sehari-hari.
1.2 Enam
atau lebi9h gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut ini terus kelihatan
selama paling sedikit enam bulan sampai satu tingkat nyang tidak diterima atau
tidak konsisten dengan tingkat pertumbuhan.
Hiperaktivitas
a) Tangan
dan kaki sering tidak bisa diam atau duduk dengan resah.
b) Sering
meninggalkan kursi di kelas atau dalam situasi lainnya ketika diharapkan tetap
duduk manis.
c) Sering
lari ke sana-sini atau banyak memanjat-manjat dalam situasi ketika diharapkan
tetap duduk manis.
d) Sering
tidak bisa diam ketika bermain-main atau melakukan kegiatan waktu luang.
e) Sering
bergerak atau sering bertindak seakan “didorong sebuah motor”.
f) Sering
berbicara terus-menerus (cerewet).
Impulsivitas
a) Sering
menjawab sebelum pertanyaan selesai.
b) Sering
tidak sabar menunggu giliran.
c) Sering
menyela orang lain.
2.
Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau
kurang mampu memperhatikan yang menyebabkann kelemahan itu sudah muncul sebelum
usia tujuh tahun.
3.
Beberapa kelemahan dari gejala-gejala
tersebut muncul dalam dua latar atau lebih (misalnya di sekolah [atau di
kantor] dan di rumah).
4.
Harus ada bukti yang jelas tentang
kelemahan mencolok secara klinis dalam fubngsi sosial, akademik, atau
pekerjaan.
5.
Gejala-gejala itu tidak terjadi
terus-menerus selama terjadi sesuatu kelainan perkembangan menahun, skizofrenia,
atau kelainan psikotik lainnya dan lebih disebabkan oleh kelainan mental
lainnya.
B.
Penyebab
Anak ADHD/GPPH
Ada beberapa faktor
yang dicurigai ikut berperan terhadap terjadinya ADHD/GPPH, antara lain:
1.
Genetik
2.
Faktor perkembangan janin
3.
Penggunaan alcohol oleh ibu selama masa
kehamilan.
4.
Struktur otak tidak normal
5.
Pengaruh kuat keracunan dan kontaminasi
lingkungan
6.
Alergi makanan.
7.
Kondisi-kondisi kesehatan yang lain.
8.
Efek samping dari pengobatan.
9.
Keluarga tidak harmonis.
10. Faktor
psikososial.
11. Ada
kemungkinan beberapa faktor di atas saling berinteraksi.
C.
Cara
Membuat Diagnosa Terhadap ADHD/GPPH
Menurut Feldman (2003),
proses diagnostik untuk ADHD/GPPH yang direkomendasikan oleh DSM-IV, sedikitnya
ada lima tahapan. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
Langkah
Pertama: Mengenali gejala-gejalanya
Gejala-gejala dari kurang perhatian
adalah:
a)
Tidak dapat memusatkan perhatian pada
detail-detail atau melakukan kesalahan yang ceroboh dalam pekerjaan sekolah
atau dalam aktibitas-aktivitas lainnya.
b)
Mengalami kesulitan dalam mempertahankan
perhatian pada tugas-tugas atau kegiatan bermain.
c)
Tampak tidak mendengarkan ketika diajak
berbicara secara langsung.
d)
Tidak mengikuti instruksi dan tidak
dapat menyelesaikan pekerjaan sekolah atau tugas-tugas, tetapi bukan karena
tidak mampu memahami instruksi atau karena kenakalan yang disengaja.
e)
Mengalami kesulitan mengorganisir tugas
dan kegiatan.
f)
Menghindari, tidak menyukai atau enggan
untuk terlibat dalam, tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang
tersu-menerus seperti pekerjaan rumah.
g)
Kehilangan barang-barang seperti mainan,
tugas sekolah, pensil, buku, peralatan, dan pakaian.
h)
Mudah terganggu oleh kebisingan,
gerakan-gerakan atau rangsangan lain.
i)
Mudah lupa.
Gejala-gejala
dari hiperaktivitas dan sikap kurang memperhatikan (impulsiveness) adalah:
a) Suka
memainkan tangan atau kaki atau mengeliat-geliat di tempat duduk.
b) Meninggalkan
tempat mduduk di kelas atau meninggalkan meja makan atau kapan pun saat ia
haruskan dsuduk tenang.
c) Suka
berjalan-jalan atau naik-naik dalam situasi di mana perilaku ini tidak tepat.
d) Terus-menerus
‘sibuk” atau berperilaku seakan-akan ‘digerakkan oleh tenaga motor”.
e) Bicara
tanpa henti.
f) Menjawab
pertanyaan tanpa berpikir sebelum pertanyaannya tersebut selesai.
g) Mengalami
kesulitan untuk menunggu giliran dalam permainan atau dalam kegiatan
terstruktur lainnya.
h) Mengganggu
orang lain (mengganggu pembicaraan atau permainan)
Langkah Kedua:
Menentukan kapan gejala-gejala tersebut pertama muncul.
Bila gejala-gejala tersebut muncul
sebelum anak berusia 7 tahun, maka ADHD/GPPH mungkin terjadi.
Langkah Ketiga:
Menentukan di mana gejala-gejala tersebut terjadi
Apakah perilaku anak menjadi masalah
ketika ia berada di sekolah atau apakah juga menjadi masalah saat Nerada di
rumah? Bila anak mempeunyai problem perilaku dalam dua tempat atau lebih, maka
ADHD/GPPH mungkin terjadi.
Langkah Keempat:
Menilai Tingkat Keparahan gejala-gejala tersebut
Apakah perilaku anak semata-mata hanya mengganggu,
ataukah menybabkan problem yang nyata nagi anak ketika di sekolah atau dalam
situasi sosial? Sebelum membuat diagnose atas ADHD/GPPH, membutuhkan bukti yang
jelas bahwa ADHD?GPPH benar-benar menghalangi kemampuan anak untuk melakukan
funsinya di sekolah atau di rumah.
Langkah Kelima:
Kesampingkan diagnose yang mungkin lainnya.
Hal yang penting adalah memastikan bahwa
problem perilaku tersebut bukan problem atau kelainan lain, seperti
keterlambatan perkembangan global atau problem-problem psikiatrik.
Bagian
III
Menangani
Anak ADHD/GPPH
Faktor-faktor
Keberhasilan Penanganan ADHD/GPPH
Sebelum melakukan penanganan (terapi)
anak yang mengalami ADHD/GPPH, perlu mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor
yang memeperngaruhi keberhasilan penanganan. Yuniar (2002), mengatakan bahawa
secara garis besar ada 4 faktor yang mempengaruhi keberhasilan penanganan GPPH,
yaitu:
1. Faktor-faktor
biologis-fisiologis
Faktor
ini seringkali berkaitan dengan system kerja syaraf pusat yaitu otak. Bila
gangguan apad system kerja saraf pusat tidak berat, maka bantuan penanganan
yang diberikan pada anak GPPH akan dapat memberikan hasil yang berarti.
2. Faktor
Psikoedukatif
Pola
asuh orang tua yang mendukung penanaman ke4disiplinan, kemandirian, tanggung
jawab anak, dan merangsang kematangan anak akan dapat memberikan bantuan
penanganan yang lebih baik terhadap anak GPPH.
3. Faktor
Psikososial lingkungan anak
Keberhasilan
anak GPPH tidak mudah tercapai apabila faktor psikososial lingkungan anak tidak
mendukung. Antara lain
a) Anak
dibesarkan di lingkungan keluarga yang diwarnai masalah pertengkaran orang tua,
status ekonomi sosial buruk, kerjasama, tanggung jawab, dan peran orang tua
buruk dalam kehidupan anak.
b) Lingkungan
tempat tinggal memberikan pengaruh yang buruk terhadap anak, seperti tindakan
kriminalitas, pengangguran dan kebiasaan hidup buruk.
c) Lingkungan
tempat tinggal yang sempit, padat adan tidak teratur.
4. Faktor
kematangan anak.
Problem-problem
GPPH pada anak, terutama yang berkaiatan dengan perilaku hiperaktivitas
sebagian, akan semakin nerkurang seiring dengan bertambahnya usia atau
kematangan
Terapi Anak ADHD/GPPH
Menurut beberapa ahli (taylor, 1998;
Osman, 1997; Nanik, 2002; Feldman, 2003) tindakan penanganan (terapi) yang
efektif yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi problem-problem ADHD/GPPH
ialah: Terapi Modifikasi Perilaku, Terapi Diet Makanan, dan Terapi Obat-obatan
(farmasi).
Terapi modofikasi perilkau dalm
prakteknya akan efektif, bila di bawah bimbingan seorang psikolog. Sedangkan
terapi diet makanan akan berhasil dengan baik bila dibimbing pula oleh ahli
gizi dan terapi obat-obatan harus sepengetahuan dan pengawasan dan petunjuk
Dokter (psikiater).
1.
Terapi
Modifikasi Perilaku.
Menurut
Mikarsa, 2000; Lumbantobing, 2011; dan Nanik, 2002, terapi modifikasi perilaku
terdiri dari pencegahan (preventif) dan penanganan (kuratif). Adapun rinciannya
sebagai berikut:
a. Pencegahan
(preventif)
1) Sediakan
lingkungan yang sehat
2) Memilih
metode kelahiran yang alami
3) Selaraskan
stimulasi
4) Ajarkan
kegiatan yang bertujuan
5) Mengamati
model dan menjadi model
6) Menfaatkan
kata-kata.
b. Penanganan
(kuratif)
1) Beri
dorongan verbal
2) Terapkan
sistem kontrak atau koin
3) Jelaskan
harapan orang tua kepada anak
4) Lakukan
persiapan
5) Sediakan
lingkungan yang teratur
6) Belajar
mengamati
7) Terapi
fisik
8) Metode
self talk
9) Mencatat
prestasi
10) Dukungan
keluarga
11) Metode
professional
2.
Terapi
Diet Makanan
Terapi diet makanan adalah suatu terapi
yang mengatur makanan yang dimakan. Pengaturan makanan dilakukan dengan
memberikan perhatian dari segi jenis, jumlah, dan frekuensi pemberian makanan.
Popularitas terapi diet makanan sebagai
salah satu terapi penanganan perilaku hiperaktivitas dimulai dari penelitian
dr. Feingold pada tahun 1970-an. Feingold menyatakan bahawa ada beberapa jenis
makanan yang dapat mempengaruhi terjadinya atau meningkatkan perilaku
hiperaktivitas pada anak GPPH. Beberapa jenis makanan tersebut ialah jenis
makanan yang mengandung zat adiktif makanan (pengawet, pewarna, aroma/perasa
buatan, dan lain-lain), dan silisilat. Feingold berhasil membuktikan bahwa
anak-anak hiperaktif sebagai subyek makanan di atas, menunjukkan adanya
penurunan perilaku hiperaktivitas (Nanik, 2002)
Selain makan yang mengandung zat adiktif
dan salisilat, ternyata makanan yang mengandung banyak gula juga mempengaruhi
terjadinya atau meningkatkan perilaku hiperaktivitas pada anak GPPH. Printz
menemukan bahwa gula dapat mempengaruhi timbulnya perilaku kasar merusek pada
anak hiperaktif.
3. Terapi
Obat-obatan (Farmasi)
Terapi obat adalah suatu teknik terapi
medis dengan pemberian obat dengan dosis tertentu yang diminum teratur untuk
penanganan anak ADHD/GPPH pada anak.
Terapi obat bila cocok, cenderung
memberikan hasil lebih dramatis dibandingkan dengan terapi model modifikasi
perilaku. Obat stimulans yang banyak digunakan ialah metilfenidat dan
amfetamin. Bila efektif, obat stimulans bukan saja memperbaiki hiperaktivitas
klinis, tetapi juga performans dalam banyak hal. Pada dosis yang efektif
pikiran anak menjadi lebih terorganisir dan kesiagaannya tidak berkurang.
Stimulans juga dapat meningkatkan performans pada individu yang normal yang
mengalami rasa jemu dan capai. Terapi stimulans biasanya tetap berkhasiat
selama bertahun-tahun. Walaupun telah lama digunakan, penghentian obat dapat
menyebabkan kambuhnya gejala dalam waktu singkat.walaupun telah lama digunakan,
penghentian obat dapat menyebabkan kambuhnya gejala dalam waktu singkat.
Sekitar 50-80% anak GPPH responsive terhadap terapi dengan obat stimulans,
sedangkan sekiat 25% anak GPPH gagal berespon terhadap obat stimulans atau
tidak mendapatkan manfaat dari pengobatan stimulans.
Dekstroamfetamin tidak diperbolehkan
digunakan pada penderita hipertensi sedang dan berat, dan metilfenidat harus
diberikan dengan hati-hati kepada penderita hipertensi. Pemolin tidak boleh
digunakan pada pe4nderita gangguan hati. Oleh karena itu, terapi dengan
menggunakan obat-onatan (farmasi) harus dengan menggunakan obat-obatan
(farmasi) harus sepengetahuan dokter (psikiater) agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan yang akan membahayakan anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar